Tuesday, July 15, 2014

Masjid Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta

Keunikan Masjid Kotagede

Tidak hanya daerahnya yang unik dan terkenal dengan kerajinan perak, Kotagede juga memiliki masjid yang unik dan usianya lebih tua dibandingkan dengan Masjid Agung Kauman. Masjid tersebut juga merupakan tempat ibaadah umat Islam yang tertua di Yogyakarta dan sering dilewati oleh wisatawan yang hendak menuju kompleks pemakaman raja Mataram atau ingin menginap di hotel Yogyakarta.

Keunikan Masjid Kotagede juga tampak pada arsitektur bangunan atap berbentuk limasan dengan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi. Perangkat lain yang unik terlihat pada mimbar khotbah dengan ukiran indah, bedug yang usianya ratusan tahun, serta tembok berperekat air aren. Memasuki kompleks masjid yang di sekitarnya ada hotel Yogyakarta, ditandai dengan pohon beringin yang usianya juga ratusan tahun dan lokasi tersebut dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Pohon tersebut diberi nama “wringin sepuh” karena usianya yang tua dan dianggap dapat mendatangkan berkah. Malah mitos yang beredar, jika mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu telungkup dan satu lagi terentang, maka keinginan orang tersebut akan terkabul.

Berjalan ke arah komplek masjid yang dekat dengan hotel Yogyakarta, pengunjung akan menemukan gapura berbentuk paduraksa yang di depannya ditemukan tembok berbentuk huruf L dan terpahat beberapa gambar dari lambang kerajaan. Bentuk tersebut menjadi wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun masjid, padahal mereka masih memeluk agama Hindu dan Budha. Tak hanya itu, ada pula prasati berwarna hijau setinggi tiga meter sebagai pertanda Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini, di mana bagian dasar berbentuk bujur sangkardan bagian puncak terdapat mahkota lambang Kasunanan Surakarta. Bahkan, sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasati sebagai acuan waktu salat.

Dua Tahap Pembangunan Masjid
Selain itu, prasasti yang berdekatan dengan hotel pilihan di Yogyakarta tersebut membuktikan Masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama dibangun pada masa Sultan Agung sebagai inti masjid yang berukuran kecil, sehingga dulu disebut langgar. Tahap kedua dibangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaannya terletak pada tiangnya, di mana yang dibangun Sultan Agung berbahan kayu, sedangkan yang dibangun Paku Buwono berbahan besi. Namun bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug tersebut menjadi hadiah dari Nyai Pringgit yang berasal dari Desa Dondong, Kabupaten Kulon Progo. Pemberian tersebut masih dibunyikan sebagai penanda waktu salat.

Mimbar untuk khotbah terbuat dari bahan kayu yang diukir indah sebagai tempat imam memimpin salat. Mimbar tersebut juga pemberian saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji tetapi mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut yang hingga sekarang dijaga agar tidak rusak. Namun sebagai penggantinya, warga sekitar menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.


Jadi, jika Anda sedang menginap di hotel Yogyakarta, tidak ada salahnya untuk beribadah atau sekedar berkunjung di Masjid Kotagede. Anda akan menemukan hal berbeda dari masjid di Yogyakarta pada umumnya. Ada perbedaan pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid terdiri dari batu bata berukuran besar, warna lebih merah dan batu seperti marmer yang permukaannya ditulis aksara Jawa. Di samping itu, warga masih menggunakan masjid tersebut sebagai tempat kegiatan keagamaan. Namun di luar waktu salat, banyak warga menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi dan belajar Al Quran

Monday, July 7, 2014

Maen ke Curug

Kalau orang Jakarta biasa pegi selain ke puncak larinya ke Bandung atau nginap di hotel bandung. Karena akses tol yang sudah memadai. Namun apabila bosan ke Bandung, bisa maen nih ke Curug. Rute perjalanan dari Bandung melalui jalur alternatif ke arah Cimahi-Cililin-Sendang Kerta-Bunijaya trus masuk ke wilayah perkebunan teh Montaya. Siapin mental, karena awalnya kita anggap remeh, alhasil kita semua jadi molor darischedule yang ada. Perjalanan dari Bandung ke Perkebunan teh ternyata makan waktu sekitar 3 jam lebih, dengan kondisi jalan yang agak2 bikin mules nahan pipis.

Sekedar berbagi tips nih buat yang mau ke Curug Malela :
1. Simpen nomor telpon si Ojek, supaya bisa dijemput lagi kalo kita udah beres
2. Bawa minum agak banyak (pasti aus banget) dan makanan kecil buat yang mulutnya ga bisa brenti    ngunyah, tapi tetep inget ya bawaan jangan sampe menghambat perjalanan
3. Terakhir siapkan mental untuk perjalanan yang susah (total hampir 5 jam, 3 jam mobil, 1 jam ojek, 1 jam jalan kaki) inget aja "Semakin sulit di jangkau, maka akan semakin indah yang kita dapat"

Ga kalah juga di Bromo Marathon, Bisa dilihat saat pertama kali saya ke curug (bahasa sunda dari air terjun) ini, pengunjungnya memang sangat minim, dari jam 10 pagi hingga sore saya hanya menemui kurang lebih 6-8 pengunjung. Bahkan, penduduk sekitar Bandung pun jarang sekali yang mengetahui curug dengan ketinggian 60-70 meter dengan lima jalur air terjun ini.

okasi Curug Malela memang agak susah dicari via map namun bisa ditemukan dengan menggunakan koordinat GPS berikut Latitude : S 6.995333, E 107.245500. Tempat ini cocok buat kalian yang suka berpetualang mengeksplorasi tempat-tempat tersembunyi dengan menyusuri jalanan setapak di tengah-tengah alam bebas. Akses menuju lokasi Curug Malela sudah dikenal oleh penduduk sekitar cuma memang belum ada kendaraan umum yang bisa mengantarkan pengunjung ke lokasi. Satu-satu-nya cara dengan menyewa ojek yang tarifnya disepakati maksimal sih Rp.50K Pulang Pergi.

Jalan-Jalan senang

Jalan-jalan senang

Jalan-jalan itu identik dengan kesenangan, petualangan, memacu adrenalin, menemukan hal baru, melihat sesuatu yang indah dari hal-hal yang jarang kita temui dalam keseharian kita. misalnya saja menginap di hotel baru atau hotel berbintang, dengan pemandangan yang asri. Contohnya bromo marathon.
Dimana hotel tersebut memiliki pemandangan yang unik dan menarik.

Bisa juga berolah raga Ultralight Hiking. Ada banyak sekali yang menerjemahkan arti Ultralight ini. Tapi pada prinsipnya Ultralight Hiking atau Trekking itu adalah Suatu cara atau teknik melakukan perjalanan ke alam bebas dengan membawa peralatan dan perbekalan yang ringan dan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip safety prosedur. Ikutan juga Bromo Marathon.

Apakah Ultralight Hiking aman?
Setiap Ultralight Hiker atau Trekker membawa semua peralatan yang sama tingkat safety pointnya seperti halnya yang dibawa oleh hiker atau trekker pada umumnya. Seperti, pakaian, alat tidur, shelter, P3K, wadah air dll.

Kalau kita ke Bali juga kita bisa menemukan wisata desa baru di Beberapa desa wisata seperti Ubud, Penglipuran, Tenganan, Kerta Langu telah terbukti punya daya pikat yang kuat untuk menyedot pelancong dari dalam dan luar negeri untuk datang bertandang. Belajar dari pengalaman tersebut, kini Pemerintah Kabupaten Badung tengah menyiapkan tujuh desa untuk dijadikan desa wisata. Ke-tujuh desa tersebut adalah Petang, Munggu, Bongkasa, Mengwi, Sangeh, Kapal dan Baha.

Tujuh desa yang disebut di atas memang layak dikembangkan menjadi desa wisata sebab masing-masing desa itu memiliki potensi yang hebat. Desa Petang memiliki potensi ekowisata yang sangat baik, Sangeh memiliki hutan kera yang unik, Bongkasa memiliki Sungai Ayung yang selain menawan juga menyenangkan untuk rafting, desa Kapal memiliki pura Sada yang menarik 


Monday, June 30, 2014

Bromo Marathon ceritaku

Bromo Marathon, hmmm... yang keluar di dalam bayangan saya adalah sebuah lokasi lari yang cukup berat. bagaimana tidak untuk lomba lari yang banyak di adakan atau sering diadakan di Jakarta mulai dari 2k, 5k, 10k, serta 20k. tapi itu dengan medan datar serta suasana perkotaan.

Bromo itu punya nama dikenal, tetapi detailnya yang mungkin jarang orang ketahui adalah Gunung berapi setinggi two. 392 meter di atas permukaan laut -- yang masih aktif serta banyak diketahui sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Gunung yang bertautan antara lembah serta ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 km persegi yang terletak di four Kabupaten: Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, serta Kabupaten Malang. Tidak heran berita Bromo marathon cepat tersebar luas serta banyak yang mendaftar.

Pengalaman lari dengan rute Jakarta sepertinya akan jauh berbeda. Tentunya jalan beraspal serta monitor perkotaan berbeda membuat saya agak minder. Karena rutenya yang bisa turun naik, di jalanan berpasir maupun berbatu. walaupun rute yang diambil 10K, tapi di Bromo Workshop dengan tingkat kesulitan (menurut saya) 3 sampe four kali lipat dari event-event marathon yang diadakan di Jakarta, rasanya kayak ya kayak bromo marathon! imajnasikan deh, tingkat levitasi/kemiringan bukitnya kalau diukur mungkin sekitar 50-75 derajat. Ibarat kita lari vertical operating atau lari dengan menaiki tangga.

Namun saya terpikir mengapa dengan medan yang sulit, serta berat ini begitu banyak peserta yang gabung, bahkan tidak kurang thirty negara yang gabung serta dalam bromo marathon ini.
Setelah bertanya serta mencari data lebih jauh akhirnya terjawab pertanyaan saya. Siapa yang tidak kenal dengan Bromo? berlari dengan pemandangan di kiri kanan lembah hijau serta pegunungan yang sangat indah, langit biru serta awan seperti kapas. Semuanya tersedia dengan begitu sempurna. Rasanya berlari sambil merasakan keindahan alam membuat lelah hilang serta membuat kita semangat.

Ada rute yang mempunyai keindahan jauh lebih banyak serta melewati pemandangan yang luar biasa namun rute-nya 21K. Saya tidak secanggih itu seperti misalnya staminanya, latihan fisik secara khusus untuk bisa menempuh 21K dengan daya tahan tubuh yang kuat.
Meskipun letih luar biasa namun semua terbayar dengan pemandangan yang indah, hampir seluruh peserta yang ikut lelah.

Bangga atas pencapaian pribadi ini. Walau catatan waktunya biasa-biasa aja, tapi saya berhasil capai finish off. Rencana saya akan mengikuti lagi Bromo marathon 2014 yang diadakan pada bulan Sept.